Mengenang 25 Tahun SMA N Pangandaran dan 25 Tahun Meninggalkan Kampung Halaman (1985-2010)

Perjalanan (4): Test Masuk SMA N Pangandaran


Para pendaftar angkatan pertama SMA Negeri Pangandaran diberi waktu sekitar 10 hari untuk mempersiapkan test/ujian seleksi masuk sekolah. Waktu itu saya memanfaatkannya dengan cukup baik untuk belajar. Tetapi ini sama sekali tidak mengurangi atau mengganggu kesibukan bermain pada setiap harinya.

Permainan kali ini lebih banyak berjalan-jalan, berkumpul dan mengobrol saja dengan kawan-kawan sepermainan di kampung. Sesekali botram untuk makan-makan bersama, dan tempat favorit untuk itu adalah muara Sungai Cikembulan. Pulangnya masing-masing dari kami mengumpulkan kayu bakar dari pohon kelapa seperti bahas (batang daun), mancung atau sintung (kuncup penutup bunga ) atau sekurangnya kalari (daun yang sudah kering).

Permainan seperti ngadu jangkrik, menjahit daun dengan lege (kumbang tanah), panggal, gatrik, gobag, pecle, perepet jengkol, sintrong, wayang daun, siger nangka, pal-palan, nguseup, bebedilan kanyere, ranjau kaleng susu dan lain-lain permainan yang selalu berganti dan tak pernah putus sepanjang musim; mulai ditinggalkan. Ini karena kami mulai remaja, sudah merasa tak pantas dan malu melakukan permainan anak-anak lagi. Sekarang dapat dipastikan seluruh permainan anak-anak itu telah punah digerus zaman; zamannya tivi, play station dan games lainnya.

Saya tak melihat kawan-kawan mempersiapkan test ujian masuk sekolah. Dan saya tidak risau melihat itu karena sudah biasa, dimana belajar di rumah bukan merupakan suatu kebiasaan umum anak-anak. Siang hari full main dan main, selepas maghrib mengaji di mesjid-mesjid lalu pulang dan tidur. Yang 'tidak biasa' mungkin saya sendiri, dan itu saya akui, berbeda dari biasanya saya belajar dengan sungguh-sungguh pada malam hari selepas mengaji dengan berpenerangan lampu petromaks. Saya belajar nyaris sampai terangnya petromaks meredup karena kehabisan minyak tanah. Itu sekitar jam 11-an malam. Kesungguhan belajar saya termotiv dari perasaan saya ketika pendaftaran sekolah tempo hari, yang memandang pendaftaran itu serasa tournament dimana saya harus berkompetisi dan harus menang.

Tibalah masa test ujian masuk sekolah itu. Ada enam mata pelajaran yang diujikan yakni Matematika, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), PMP (Pendidikan Moral Pancasila), Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Saya merasa cukup tegang menjalaninya dan lafalan do’a-do’a tak cukup membikin ketenangan hati, entah mengapa.

Saya duduk dan mengerjakan soal-soal di ruang kelas I C. Ruang kelas itu menurut saya paling sejuk tetapi agak temaram karena letak ruang kelas berada di pojok, yang merupakan sambungan menyiku antara kelas I B di sisi utara serta I D di sisi timurnya. Ditambah lagi dengan naungan pohon flamboyant yang permai serta semilirnya angin dari perkebunan kelapa dan coklat dari belakang dan pinggir gedung sekolah. Ruang kelas I C menurut saya sangat cocok untuk para murid dan guru yang pengantuk.

Saya lega dapat menyelesaikan seluruh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam test ujian masuk sekolah tersebut. Kelegaan dan optimisme juga terpancar dari para peserta yang lainnya. Sekarang tinggal lagi menunggu pengumuman kelulusan ujian masuk. (bersambung).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar