Mengenang 25 Tahun SMA N Pangandaran dan 25 Tahun Meninggalkan Kampung Halaman (1985-2010)

Khabar Alumni: Foto Terakhir

Saya tertahan pergi ke Sampit (Kalteng) karena cuaca yang buruk. Jadi sambil menunggu atsmosfir membaik saya ingin memenuhi permintaan kawan Wiwin yang meminta foto terakhir saya, maksudnya foto yang paling mutakhir. Sebenarnya yang saya tampilkan di sini bukanlah benar-benar foto yang terakhir. Karena foto yang terakhir di kamera saya adalah foto belalang daun yang saya ambil di tepi kali kecil di dekat rumah. Yang penting mungkin bukan fotonya barangkali, tetapi aktivitasnya. Karena Wiwin dan banyak lagi kawan lain tanya ke saya; apa sih pekerjaanmu? Hmh, sungguh ampun, bagi saya pertanyaan itu susah untuk dijawab. Tak apa saya coba saja ... atau coba saja tebak!

Bertahun-tahun saya tak bisa menjelaskan ke orang tua dan kawan-kawan sepermainan di kampung; apa pekerjaan saya? Sering saya menjelaskannya kepada mereka dengan memilih kata-kata yang sederhana. Tetapi pertanyaan itu selalu saja muncul kembali. Semakin sering saya menjelaskan kepada mereka, justru sebaliknya malah yang menjadi semakin bertambah faham adalah diri saya sendiri. Yakni pemahaman tentang konsep kerja dalam idiom/perbendaharaan mereka di kampung.

Dalam persepsi mereka di kampung konsep orang bekerja mpan itu dicirikan antara lai; punya atasan/bos atau punya anak buah, punya ruang kerja/kantor lengkap dengan meja, berangkat pagi pulang sore, pakai seragam, dan tentu saja punya gaji bulanan. Karena orang di kampung menjadikan hal itu sebagai ukurannya maka tentu saja akan sulit memahami saya. Entah mengapa jauh sebelum saya meninggalkan kampung, saya ingin 'berontak' atas keadaan sosial saat itu. Karena orang-orang di kampung umumnya begitu terobsesinya punya anak-anak yang 'mapan' dan berkerja dengan ukuran itu. Sehingga apapun caranya ditempuh untuk dapat meraihnya yakni cara-cara klasik KKN, yang menjadi rahasia umum di jaman itu.

Tapi katanya sekarang juga ada neo-KKN? Ah ini sih bukan katanya, tapi dialami oleh kerabat istri di kampung. Entahlah saya tidak memiliki kapasitas untuk menilai apakah KKN itu buruk atau baik. Tetapi yang jelas dengan konsep kerja seperti itu, menurut saya sempit, membuat pilihan menjadi terbatas serta bikin buntu pikiran/kreatifitas. Contoh kerabat istri saya tadi di kampung; katanya dia sudah menunggu lebih dari dua tahun (dan katanya sudah habis sekian puluh juta) untuk menunggu giliran jadi PNS. Oh Mak! Fenomena seperti itulah yang membuat saya dulu ingin 'berontak'. Karena di situ saya menangkap 'ketidak adilan', dimana hanya orang-orang yang mampu (atau punya 'power) saja yang bisa 'bekerja'.

Bertahun-tahun saya bekerja (lebih tepatnya beraktualisasi) dan tidak memiliki semua ukuran-ukuran kerja menurut persepsi seperti orang sekampung yang disebutkan di atas. Saya tidak memiliki bos juga tidak punya anak buah, ruang kerja saya bisa dimana saja ok, belakangan bahkan awang-awang juga menjadi ruang kerja saya (internet maksudnya). Saya bebas mau berangkat atau tidak ke 'kantor' --kami memiliki studio, kalau boleh itu dikatakan kantor. 'Seragam' bekerja yang lebih banyak saya kenakan sehari-hari adalah kaos oblong dan celana pendek. Tetapi tentu saja jika ada perlu ketemu dengan orang saya akan pakai kemeja dan bersepatu, tetapi tidak berdasi (sumpah saya tak bisa pakai dasi). Jika ini tidak, itu tidak, hayo tebak apa dong 'pekerjaan' saya?

Anak saya yang bungsu dan baru masuk SD, pernah cerita di sekolahnya ketika suatu kali ditanya oleh gurunya:"Ayahmu bekerja apa Nak?" Fira, si bungsu, menjawab dengan jujur dan lugu. "Ayah bekerja sebagai tukang ketik Bu". Tidak salah karena mungkin itu yang sehari-hari dia lihat kalau saya sedang di rumah. Saya ingin memandu jawaban Anda atas tebakan saya dengan foto saya paling mutakhir (seperti dimintakan Wiwin) dibawah ini.



Jika ada pemintaaan dan saya ada/cocok waktunya, kadang-kadang menjadi "dosen luar biasa" di perguruan tinggi di Bogor atau Jakarta. "Luar biasa" di sini maksudnya luar biasa kecil honornya! Lalu dengan itu apakah pekerjaan saya dosen? May be yes, may be no!!. Sebenarnya tidaklah terlalu penting apa pekerjaan saya. Yang jauh lebih penting adalah mulai dapat mengubah persepsi orang dikampung tentang konsep kerja, karena saya langsung mencoba memberikan tauladannya dari banyak contoh dari jejaring saya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar