Mengenang 25 Tahun SMA N Pangandaran dan 25 Tahun Meninggalkan Kampung Halaman (1985-2010)

Perjalanan (25): Jangan Kau Kira

Lama saya mengintip khabar dan keberadaanmu. Sampai kemudian sekonyong-konyong kamu telepon saya. Entah dari mana kamu mendapatkannya, itu tak penting! Yang penting adalah setelah 25 tahun lewat, saya benar-benar senang bersua kembali denganmu meski hanya lewat telepon.

Jangan kau kira, sayapun merindukanmu. Sejauh pikiran sehat, insya Allah saya tak mungkin melupakanmu. Sampai sekarang bahkan saya masih mengingat beberapa detail dari bagian rumahmu yang boleh dikata terpencil (saat itu). Dan tentu saja saya ingat seluruh detail kamu dan kelakukanmu. Beberapa panu kecil yang tersamar di kening dan juga tengkukmu, saya mengingatnya. Saya dulu bertanya, untuk apa Tuhan menciptakan panu?

Kamu agak norak dan sedikit jorok. Sepatumu bau dan juga nafasmu (karena rokok). Tapi semua tak menghalangiku untuk menyukaimu. Karena kamu adalah satu diantara kawan yang mengajarkan saya tentang kebersahajaan dan kesetiakawanan dengan cara memperagakannya langsung dalam kehidupan pertemanan remaja dulu.

Saya masih terbayang bagaimana kesumringahan dan keramah-tamahan keluargamu ketika pertama kali berkunjung ke rumahmu. Kau katakan ketika itu bahwa orangtuamu tak menyangka ada kawan sekolah (SMA) yang mau bertandang ke tempat terpencil. Saya senang orangtuamu masih mengingat saya. Dan dengan ini saya memohon maaf lagi pada orangtuamu karena waktu itu saya tak dapat membawa buah nangka yang sebesar kambing itu sebagai tanda salam dan oleh-oleh bagi keluarga saya.

Saya akan selalu mengingatmu, rumahmu, dan keluargamu. Karena dari situlah rute pertama petualangan penjelajahan seluruh bukit-bukit yang terhampar di Ciamis Selatan dimulai. Pager Gunung - Randegan - Bantar Dawa - Nanggewer adalah rute pertama kita. Dan kau adalah orang pertama yang setuju dengan gagasan petualangan saya. Dan kau adalah satu-satunya yang mau ikut. --di rute-rute berikutnya banyak kawan mulai tertarik dan silih berganti bergabung dengan rombongan kecil (2 sampai 5 orang).

Tahukah kawan? Dari petualangan-petualangan itu kecintaan saya terhadap kampung, bukit dan hutan mulai tumbuh dan terus tumbuh. Hingga kemudian saya melanjutkan di sekolah kehutanan, karena jurusan itu yang paling dekat dengan kecintaan saya itu. Sampai dengan saat ini saya tetap melanjutkan 'hobi' itu. Karena dari kampung, bukit dan hutan itulah sesunguhnya saya merasa eksis.

Dan tahukah kawan? dari banyak lintas perjalanan menembus kampung dan hutan; sekali-kali saya juga kena panu sepertimu dulu. Dan sepertimu, panu itu saya biarkan saja. Karena segera setelah terlihat samar, maka orang-orang yang kucintai (anak dan istri) akan sibuk menghapusnya. Saya baru menyadari bahwa panu itu ternyata ada faedahnya juga, yakni dapat lebih mendekatkan keeratan keluarga kami. Dan saya sangat menikmati sentuhan kasih sayang mereka.

Suatu kali (dulu) saya mendapat khabar dari kawan kita di kidul. Bahwa kamu mencari saya untuk meminta suatu bantuan/pendapat karena kamu menyangka saya kerja di Dephut. Rupanya kamu hijrah ke Lampung menggarap kebun, tetapi berkejaran dengan petugas patroli kehutanan yang menuduh menyerobot lahan. Menyesal saya tak dapat berkontak denganmu ketika itu. Tetapi saya tidak khawatir, kamu pasti akan menemukan cara untuk itu. Cara kita dahulu; cara kebersahajaan.

Jangan kau kira! Sepertimu, aku juga rindu untuk menjelajah kembali rute kita dahulu. Dan sesungguhnya ini adalah momen yang tepat; Napak Tilas 25 Tahun. Sebenarnya, kapanpun waktunya, napak tilas itu menjadi obsesi saya. Semoga Tuhan mendengar dan mengabulkan obsesi saya, kamu, dan juga beberapa kawan lain serombongan kita dahulu.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar